Senin, 28 April 2008

kupang

Masalah rawan pangan dan kekeringan yang berdampak pada ancaman kelaparan di Nusa Tenggara Timur semakin serius. Sebagian warga di beberapa kabupaten yang tengah dilanda kekeringan mulai kesulitan mendapatkan stok makanan karena cadangan makanan musim panen sebelumnya mulai menipis. Sedangkan produksi dan hasil panen tahun ini menurun tajam karena kurangnya curah hujan.

Beberapa warga mengkonsumsi jagung, kacang dan umbi-umbian yang diawetkan musim panen tahun 2004. Adapula yang berniat mengkonsumsi biji arbila (kacang hutan) atau mengolah batang pohon gewang menjadi tepung. “Sudah tiga kali kami tanam jagung, tidak ada karena kering berkepanjangan,” kata Siprianus Taebenu, warga Desa Tunbaun, Kecamatan Amarasi Barat, Kabupaten Kupang, Senin (14/3).

Warga mengaku tidak berdaya menghadapi kekeringan. “Hasil panen tahun ini terjelek. Setengah dari jagung di ladang mati. Padahal sebelumnya, lumbung dan gudang kami dipenuhi padi dan jagung,” kata Maksi Taneo, warga Kabupaten Timor Tengah Selatan.

Wakil Gubernur NTT Frans Leburaya kemarin mengatakan, baru 10 dari 18 kabupaten dan NTT yang terancam kekeringan dan gagal panen tetapi belum mengarah kepada rawan pangan. Ini berbeda dengan fakta bahwa 12 kabupaten yang kekeringan, gagal panen dan terancam kelaparan hebat.

Kepala Dinas Sosial NTT Welhelmus Padja, dalam rapat dengan Panitia Anggaran DPRD NTT, menyebutkan, telah mempersiapkan 50 ton beras untuk didistribusikan kepada daerah rawan pangan. “Untuk sementara setiap kabupaten mendapat dua ton beras. Akan ditambah jika makin kritis,” kata Wellem Padja. Untuk mengatasi krisis air bersih, Dinas Kimpraswil akan mengeksplorasi air tanah dan mengurangi jatah untuk pengairan dari bendungan maupun embung untuk pertanian.

12 kabupaten yang terancam kelaparan adalah Rote Ndao, Timor Tengah Utara, Alor, Sikka, Ngada, Flores Timur, Sumba Timur, Sumba Barat, Timor Tengah Selatan, Lembata, Belu